Sunday, August 16, 2020

TAHLILAN #IX: Glenn, Sososk Pesona Kompleks

 “TAHLILAN” #HARI 9

Glenn, Sosok Pesona Kompleks

(Kesaksian Dua Pergumulan Bersesama)

Bung Glenn, begitu saya menyapanya adalah seorang musisi berdarah kental Maluku, pencipta lagu-lagu yang hebat, memikili karakter suara khas, ketenaran bernyanyinya diakui, sudah banyak menelorkan album, dihormati, dicintai dan digilai. Setidaknya, demikianlah gambaran awal saya sebelum akhirnya dapat bertemu langsung, terlibat bersesama dalam diskusi serius, aktual, multi tema, kompleks dan visioner tentang Maluku dan Indonesia. Ringkas cerita, proses bersesama itu, membuat saya memahami lebih jauh ruang pergumulannya, mengenal lebih akrab dimensi kerjanya dan kemudian sungguh menyadari betapa bung Glenn bukan seorang musisi sekadarnya atau biasa seperti kebanyakan. Tapi, bung Glenn adalah sosok musisi dengan pesona kompleks. 

Jika saya boleh melakukan kategorisasi, maka bung Glenn dapat disebut berada satu  mazhab musik dengan Iwan Fals. Entah apalah nama mazhab musik itu. Tentu saja, kategorisasi ini tidak sama sekali dimaksudkan untuk membuat penyederhanaan, penyamaan atau perbandingan antara keduanya. Sebab karakter dan mentalitas keduanya dibentuk oleh konteks proses yang berbeda. Tapi, kategotisasi ini saya lakukan hanya unutk memotrt beberapa kemiripan yang keduanya miliki, yaitu kecenderungan kuat ideologis, komitmen dan konsistensi kerja-kerja perjuangan di arena belantara dunia seni musik Indonesia. 

Keduanya sangat kuat dan konsisiten berbicara tentang Pancasila sebagai dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang sudah final dan tidak perlu diperdebatkan lagi penggantinya. Keduanya sangat kuat dan konsisten berbicara tentang pengakuan terhadap khazanah identitas, penerimaan terhadap keberagaman bangsa sebagai kenyataan yang patut dihargai, dihormati, dijamin dan dilindungi. Dan, keduanya  juga sangat kuat dan konsisten memperjuangkan keadilan sosial (social justice) dan keseimbangan lingkungan/alam (eco justice) yang berkelanjutan.       

Setidaknya, saya punya dua pengalaman bersesama dengan bung Glenn. Meski berbeda momen, akan tetapi kedua pengalaman itu memiliki makna sangat penting dan mendasar, saling mengonfirmasi, melengkapi satu dengan lainnya dan menjadi alasan pembenar (rasion d’etre) atas imajinasi saya tentang pesona bung Glenn.

Pengalaman bersesama pertama (2017) adalah pada saat kami berdiskusi dalam ruang terbatas tentang kebutuhan pengembangan seni musik Islam di IAIN Ambon. Secara pribadi saya sunggung membuka ruang apresiatif yang terbuka terhadap wacana seni musik Islam, tapi tidak punya kecukupan gambaran tentang ke arah mana arah nanti percakapan di arena diskusi bersesama bung Glenn dan teman-temannya. Di ruang diskusi saya mencoba menyimak dengan seksama tiap point percakapan yang mengemuka, menajam dan mencerahkan. Secara khusus, saya menaruh perhatian khusus terhadap bung Glenn, saya penasaran dan seolah tak sabaran menunggunya berbicara. Apalagi, posisi duduk kami berdekatan, hanya disela bung Raden Franky Notosudirdjo (seniman dan etnomusikolog berkelas internasional).

Dan, waw! cara bung Glenn berbicara dan merespon percakapan yang mengalir  deras benar-benar “membius”, membuat saya terpana dan sangat nyaman menikamatinya. “Bung Glenn bukan musisi biasa”, saya membatin.

Benar-benar mengagumkan. Betapa bung Glenn punya perhatian teramat sangat serius terhadap pengembangan seni musik Islam di Maluku dan mendorong agar IAIN Ambon menjadi lokomotifnya. Dalam percakap itu menggelinding ide cerdas untuk memulai dengan membangun sebuah Pusat Studi Musik Islam, membuat program studi seni musik Islam  dan hingga membangun sebuah fakultas untuk kebutuhan itu. “Ini sesuatu yang tidak main-main”, saya berpikir keras dalam haru. Betapa tidak, bung Glenn tidak saja berbicara tentang seni musik Islam sebagai sesuatu yang universal, tapi juga berbicara tentang seni musik Islam sebagai sebuah representasi identitas yang pantas diapresiasi, dan memosisikan seni musik Islam sebagai media penting dan strategis untuk menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan, keberagaman, toleransi, perdamaian, keadilan sosial dan kebutuhan merawat keimbangan semesta ciptaan secara berkelanjutan.

Perhatian serius bung Glenn terhadap kebutuhan pengembangan seni musik Islam di Maluku itu kemudian mendapat respon cepat dari IAIN Ambon dan positif Kementrian Agama. Dan sekarang, sebagai langkah progresnya, IAIN Ambon kini telah memiliki Pusat Studi Musik Islam dan pengajukan permohonan untuk mendirikan Program Studi (Prodi) Seni Musik Islam sedang dalam proses. Jika usulan prodinya disetujui dan terwujud, maka IAIN Ambon akan menjadi satu-satunya PTKIN di Indonesia yang memiliki prodi Seni Musik Islam.

Menurut saya, kerja-kerja serius dan strategis yang telah dikalukan bung Glenn untuk pengembangan dan pemajuan IAIN Ambon tidak bisa tidak diteruskan. Apalagi, mimpi pengembangan seni musik Islam itu sudah jadi mimpi bersesama, mimpi bung Glenn dan mimpi IAIN Ambon. Semoga mimpi bersesama ini dapat sesegeranya diwujudnyatakan seutuhnya. Bung Glenn mungkin tidak pernah meminta kehadirannya dimonumenkan, tapi kesadaran bahwa kehadirannya adalah momentum dan milstone dalam semesta proses pengembangan, pemajuan dan sejarah perjalanan IAIN Ambon, jelas patut diapresiasi secara wajar dan proporsional.   

Pengalaman kedua (2018), yaitu saat saya diminta oleh Direktur ARMC IAIN Ambon, Abidin Wakano, untuk lakukan negosiasi dengan salah satu lembaga donor (internasional) terkait kerjasama program counter narrative terhadap fenomena violence extremism, yaitu COVEY; National Interfaith Youth Camp (NIYC). Kegiatan yang sudah tergelar sukses di Pantai Hunimua, Negeri Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku ini menghadirkan 120 pemuda dan pemudi dari seluruh provinsi di Indonesia.

Salah satu mata acaranya, Makan Patita Panas Pela Pendidikan antara SMPN 9 Ambon dan SMPN 4 Salahutu. Acara yang digelar di SMPN 9 Ambon itu direncanakan menghadirkan bung Glenn sebagai inspirator dan membakar kebanggaan menjadi anak muda Maluku dan generasi muda bangsa Indonesia. Praktis, saya dituntut menego besaran biaya terkait semua kebutuhan untuk menghadirkan bung dan pendampingnya. Dalam perjalanan ke Jakarta, saya tidak punya referensi sama sekali soal besara biaya itu. Yang bisa saya pastikan adalah biaya transportasi pesawat (Garuda, ini standar donor mitra) dan biaya hotel selama di Ambon. Selebihnya, saya benar-benar blank, tidak tahu sama sekali. Saya benar-benar tidak tahu berapa honor artis sekaliber bung Glenn.

Saat nego, pihak donor menegaskan tidak bisa membayar honor artis selain menjadi narasumber dengan besaran honor yang dusah dipatok dan meminta kami (ARMC IAIN Ambon) untuk juga mempertimbangkan partisipasi dan kontribusi figur bung Glenn sebagai agen perdamaian Maluku. Dalam posisi tawar yang tidak berimbang tersebut, saya tetap berusaha meyakinkan donor bahwa bung Glenn bisa kami datangkan. Kebetulan bung Glenn juga sudah dikontak oleh Abidin Wakano sebelumnya. Memang, terjadi kenaikan biaya untuk menghadirkan bung Glenn, tapi tetap saja tidak signifikan. Dan kami harus menerima kenyataan.

Akan tetapi, saya kemudian kembali membangga dan mengharu setelah bung Glenn menyatakan kesediannya mengisi acara Makan Patita Pela Pendidikan. Oleh bung Glenn kami dicukupkan untuk menyiapkan tiket pesawat dan akomodasi selam di Ambon. Dan bung Glenn kemudian benar-benar hadir memenuhi harapan kami, memenuhi janji dan komitmennya untuk memberi inspirasi dan mutivasi kepada anak muda Maluku dan 120 orang generasi muda bangsa peserta National Interfaith Youth Camp (NIYC).

Kepada anak-anak Maluku yang menggelar acara Makan Patita Pela Pendidikan, bung Glenn berbicara dan meyakinkan mereka untuk menadari potensi yang dimiliki untuk terus dipacu dan dikembangkan. “Anak-anak Maluku tidak boleh kalah dengan anak-anak di wilayah barat Indonesia”, pesannya dengan penuh semangat. “Anak-anak Maluku adalah pencinta perdamaian”, “Beta Maluku”, pekiknya sebelum akhirnya lagu Tinggikan melengkapi provokasi damainya yang membakar.

Tak berhenti di situ, kebanggaan dan keharuan saya kembali membuncah saat mendengar bahwa bung Glenn akan bergabung dan menghibur peserta NIYC di pantai Hunimua, Liang. Dan benar saja, pada acara Malam Perayaan Keberagaman sebelum penutupan (besok paginya), bung Glenn datang, berbagi harapa dan menghibur peserta NIYC. Bung Glenn lagi dan lagi berbagi pengetahuan, pengalaman dan kerja-kerja perjuangannya, sebagaimana saya sebut di atas (paragraf ke-3) dan mengajak semua peserta NIYC mendendangkan lagu “Pancasila Rumah Kita”.

Nothing to say anymore, no words. Itu yang melintas spontan menyaksikan kehadiran bung Glenn malam itu. Betapa tidak, kedatangan bung Glenn sebelumnya hanya dimaksudkan ARMC IAIN Ambon untuk memberi inspirasi, spirit dan mutivasi tentang kebutuhan perdamaian dan toleransi, dan menghibur semua peserta dan tamu acara Makan Patita Panas Pela Pendidikan. Di titik inilah saya kemudian menyadari benar bahwa perjuangan bung Glenn memang “tak terbeli”. Kita bakal gagap paham dan gagal menilai jika hanya menakarnya dengan nalar materi an sich.

Kedua pengalam itulah yang akhirnya membathinkan diri saya berikut menyadari dengan penuh keyakinan, bahwa bung Glenn adalah pejuang sejati. Dia paham dengan sangat baik sekaligus benar makna pengorbanan. Dia paham dan mampu membuat pilahan dan pilihan tentang apa saja yang dapat, boleh dan pantas dikorbankan dalam sebuah perjuangan. Dia paham dan meyakini benar tiap keputusan yang dibutuhkan dan sesegeranya “wajib” dieksekusi demi mewujudkan cita-cita perjuangan.

Bung Glenn adalah figur fenomenal yang mengagumkan dan padat misteri. Itulah mengapa saya menyebutnya sebagai sosok pesona kompleks. Bung Glenn tidak saja melakoni dunia musiknya secara profesional, tapi pada saat yang bersamaan dia juga menggumuli agenda-agenda besar kemasyarakat (identitas lokal), kebangsaan dan kenegaraan (nasionalime), dan pewarisan kualitas lingkungan berkelanjutan (global) yang jadi concern perjuangannya.  

Danke banya paskali lai bung atas semesta pembelajaran sarat hikmah yang diwariskan. Semoga keledanan yang bung persaksikan senantiasa jadi inspirasi, spirit dan mutivasi voor ana muda Maluku dan generasi muda bangsa Indonesia. Amin.


Penulis: Zainal Arifin Sandia (Kee Enal) adalah pegiat Yayasan Sombar Negeri Maluku (YSNM), realawan ARMC IAIN Ambon bidang Penelitian dan Advokasi, dan pendiri The Core od Palaapa (The CoPa) Tulehu.

Tulisan yang dihibahkan untuk penerbitan buku: Nafas Jiwa Glenn Fredly oleh Opa Rudi Fofid dan Ihsan Tualeka (korator/editor). Tulisan diselesaikan di Tulehu dan serahkan via email pada tanggal 30 April 2020.

 

No comments:

Post a Comment